“Antara Main Sinetron, Model Iklan, dan Menulis”
Ken Hanggara (IDFAM801M, anggota FAM Surabaya) adalah nama
pena dari Erlangga Setiawan. Ia lahir di Sidoarjo pada tanggal 21 Juni 1991,
merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara. Kota asalnya adalah Surabaya,
namun kini ia berdomisili di Pasuruan.
Ken kecil hidup dalam balutan cinta dan kasih sayang kedua
orangtuanya. Rasa ingin tahu akan buku pelajaran milik kakaknya, membuat Ibunya
tak sanggup lagi meredam ‘kenakalannya’. Maka, sejak berumur tiga tahun ia
sudah bisa membaca beberapa huruf setelah diajari oleh Ibunya—meski terbata-bata.
Dari buku warisan kakak tertuanya, serta beberapa buku cerita pemberian ibunya,
Ken kecil menemukan hobi barunya. Hobinya yang lain adalah menggambar. Jadilah
saat duduk di bangku taman kanak-kanak ia menyandang dua hobi sekaligus, dan
sering menjuarai lomba melukis untuk anak-anak—baik itu tingkat kampung,
sekolah, maupun kabupaten. Namun hobi menggambarnya perlahan hilang saat ia
menginjak sekolah dasar.
Kegemarannya membaca terus berlanjut. Dari membaca buku
cerita bergambar, ia mulai menyukai ensiklopedia. Bahkan koran yang sehari-hari
dibaca sang kakek, ia juga membacanya. Di antara seluruh anggota keluarga,
hanya dia, kakek, dan ayahnya yang suka membaca. Koleksi kaset musik era
80-90an milik ayahnya, raket hadiah dari ibunya, serta kegemarannya menonton
film kartun dan komedi, membuatnya bercita-cita menjadi seorang atlet bulu
tangkis, musisi, dan bintang film. Sayangnya, sang kakak yang selama ini
menjadi lawan tanding, menaruh raketnya, sementara kawan-kawan bermainnya lebih
menyukai sepak bola. Maka ia tak lagi mampu mengasah permainannya. Namun obsesi
menjadi musisi dan bintang film tak pernah lenyap. Hobi membacanya juga tak
pernah pudar.
Masa SMA tanpa sengaja membawanya menjadi seorang yang
mencintai dunia tulis-menulis. Ia menyukai gadis teman sekelasnya dan secara
aneh mampu menulis berlembar puisi untuk gadis itu. Padahal sebelumnya ia tak
pernah bisa menulis, bahkan satu bait puisi saja ia tak bisa. Dari situlah hobi
menulisnya dimulai, meski berupa lembaran-lembaran kertas dan sedikit teman
dekatnya yang tahu. Ia hanya menyimpan tulisannya, tanpa berniat mengirimkan ke
media masa atau diikutkan ke lomba kepenulisan.
Lulus SMA, Ken merantau ke Jakarta. Saat ini ia pekerja
lepas (freelance) untuk model iklan dan sinetron. Karena satu dan lain hal, ia
pernah melamar pekerjaan di sebuah perusahaan yang menjual alat bantu kesehatan
mata dan telinga. Namun beberapa bulan kemudian ia mengundurkan diri karena
tidak menemukan kebahagiaan. Di sela-sela kesibukan, ia tak pernah
melewatkannya tanpa membaca, terutama novel. Dari situlah akhirnya ia sadar
bahwa hobi menulis yang terlanjur melekat padanya sejak SMA itu, tak semestinya
dibiarkan begitu saja. Diam-diam ia takut hobi menulisnya itu hilang tanpa
menyisakan jejak. Entah apa yang membuatnya berpikir demikian. Dalam keadaan
yang serba sulit sebagai artis figuran dan artis ‘dialog pendek’, ia tanamkan
dalam hati mimpi keduanya: ia ingin menjadi penulis. Maka jika ada waktu luang,
ia pergi ke warnet. Mengetik satu-dua halaman untuk disimpan dalam flashdisk,
karena ia tak punya laptop. Sejak itu uang honor syuting ia tabung untuk
membeli sebuah laptop.
Di tengah perjuangannya itu, ia lalu mencari berbagai
komunitas penulis di internet serta mengikuti beberapa lomba kepenulisan untuk
pertama kali sejak akhir 2007. Ia pun mengenal wadah kepenulisan nasional Forum
Aktif Menulis (FAM) Indonesia melalui internet. Keinginannya untuk bergabung,
sementara ditunda karena kesibukannya. Akan tetapi ikut aktif menyimak dan
berkomentar di grup “Forum Aishiteru Menulis” yang dikelola FAM Indonesia.
Saat momen milad Sekjen FAM, yang menggelar lomba surat
terbuka, puisi dan cerpen, ia tergerak mengirim dua surat terbuka dan puisi.
Seminggu sebelum pengumuman pemenang lomba tersebut, Ken memutuskan bergabung
menjadi anggota resmi FAM Indonesia. Ia tak ingin menundanya lagi. Kabar
bahagia menghampirinya, saat pengumuman pemenang lomba milad tersebut, ia
terpilih sebagai pemenang surat terbuka terbaik kedua. Judul suratnya, “Bahtera
Mimpi.” Surat tersebut diterbitkan di Koran-Cyber.com, di blog FAM www.famindonesia.blogspot.com dan
akan ikut diterbitkan dalam buku terbaru Sekjen FAM. Ia pun berhak mendapat
piagam penghargaan dari FAM. Awal yang baik setelah bergabung dengan FAM
Indonesia.
Ken juga aktif menulis dan mengirimnya ke dapur naskah FAM
untuk diulas. Ia juga ikut berpartisipasi mengikuti lomba surat terbuka kepada
FAM Indonesia serta Lomba Cerpen dan Puisi Tingkat Nasional yang digelar FAM.
Salah satu cerpennya yang berjudul, “Memori Sore Terindah” terpilih dalam
seleksi antologi cerpen yang diadakan FAM Indonesia. Itu artinya, buku
pertamanya akan segera terbit.
Ken tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Baginya,
FAM telah membuka banyak peluang untuk berkarya dan membangun semangatnya.
Event-event tak pernah henti digelar. FAM mendorong anggotanya untuk selalu
aktif berkarya. Motivasi, peluang, dan penghargaan kepada penulis pemula ia
temukan di FAM Indonesia. Ia merasa memiliki keluarga di FAM. Ketua Umum FAM
Indonesia yang selalu mendorong mengirim karya ke media dan mengenalkan pada
khalayak. Sekjen FAM yang selalu memotivasi dan menyuntikkan “virus” semangat,
serta teman-teman yang saling menghargai karya yang dihasilkannya.
Cita-cita terbesarnya adalah memberangkatkan haji kedua
orangtuanya. Kini, ia pun siap ikut terus ‘mendaki’ bersama FAM Indonesia
menuju ‘puncak Everest.’ “Hidup adalah anugerah, di mana dalam tiap tarikan
nafas, ada satu kesempatan dari-Nya agar kita terus belajar,” ujarnya mantap.
0 komentar:
Post a Comment