Cerpen berjudul “Kisah Cinta di Sekolah” karya Dartia Utari ini
bercerita tentang seorang remaja bernama Cinta, yang mengalami pergolakan batin
karena mencintai teman sekelasnya, Bagas. Seperti yang digambarkan dalam cerpen
ini, cinta terkadang terasa aneh. Antara perbuatan dan hati bisa menjadi
bertolak belakang. Seseorang, entah disadari atau tidak, bisa berbuat ketus
atau terkesan membenci orang yang sebenarnya dicintainya. Itulah cinta dengan
segala lika-likunya, yang lebih mengandalkan perasaan, persepsi, prasangka
daripada logika.
Cerpen ini cukup pendek. Penulis mencoba menceritakan
pergolakan batin yang dialami tokoh utama. Seting yang dipakai adalah suasana,
bukan deskripsi tempat atau kejadian. Cerpen ini tergolong singkat, mungkin
bisa dikatagorikan dalam ‘flash fiction’. Dari pemilihan kata maupun gaya
penulisan, terlihat jika penulis sudah terbiasa dalam menulis cerita. Cerpen
ini cukup bagus, hanya saja klimaksnya kurang terasa.
Beberapa catatan dari FAM untuk penulis adalah mengenai
editing dan EYD. Ada beberapa bagian yang salah ketik. Harapannya penulis
mengedit tulisan terlebih dahulu untuk kedepannya. Lalu untuk penulisan istilah
asing seharusnya ditulis menggunakan huruf miring.
Secara keseluruhan, cerpen ini cukup bagus. FAM berharap
penulis terus berlatih agar kualitas tulisan semakin meningkat.
Semangat berkarya!
Salam Aishiteru.
TIM FAM INDONESIA
[BERIKUT NASKAH
CERPEN PENULIS TANPA EDITING TIM FAM INDONESIA]
KISAH CINTA DI
SEKOLAH
Oleh Dartia Utari
IDFAM753S Anggota FAM
Tulang Bawang Lampung
Cinta melangkah menuju kursi kelas paling depan dimana
secarik nomor yang melekat di atas meja sama dengan nomor yang ada di kartu
peserta ujian yang ada disaku bajunya, hari ini ujian semester pertama cinta di
SMA Harapan.
Tapi bukan itu yang membuat ia gelisah, melainkan orang yang
akan seminggu kedepan berada satu ruangan dengannya, menghirup oksigen yang
sama.
Dia adalah pemuda yang diam-diam Cinta kagumi sejak hari
pertama masa orentasi siswa beberapa bulan yang lalu, Bagas.
Seharusnya semua baik-baik saja saat perasaan aneh itu belum
mengusiknya, namun semenjak getaran-getaran halus itu mulai mengganggu, dan
getaran-getaran itu semakin kuat setiap kali Bagas ada di dekatnya, semua
berbeda jauh dari apa yang bisa di ukur oleh akal sehat manusia. Sikap Cinta
berubah pada Bagas, itulah hasil penilaian teman-teman Cinta bahkan Bagas pun
dapat merasakannya. Ruangan kelas begitu sepi, terlalu sepi hingga bisa di
katakana mati, waktu yang tepat untuk mencerna percakapan kusir malam tadi.
“Cinta kamu aneh sekali akhir-akhir ini?, biasanya kamu
ramah kalau ketemu kak Bagas, tapi kenapa sekarang kamu dingin sekali padanya?”
Tanya Dita
Cinta menunduk jengah. Apa yang dikatakan Dita memang tidak
sepenuhnya salah. Ia selalu mendadak jadi orang yang dingin saat bertemu Bagas.
Baru setelah bayangan Bagas berlalu, penyesalan menyerbu batinnya, menyalahkan
diri sendiri mengapa bersikap sesombong itu pada orang yang paling ia nanti
kedatangannya.
"Kalau kamu selalu mendadak tak acuh setiap kak Bagas
menyapamu, lama-lama ia bisa mengira kamu membenci dia, bahkan mungkin dia yang
akan membencimu. Laki-laki juga punya prasangka, apalagi dulu kamu sempat dekat
dengannya, jelas dia menyadari perubahan sikapmu padanya" celoteh Dita
mendekteku.
"Kamu tahu sendiri aku tidak membenci dia,"
jawabku sedikit sengit. "Kamu kan tahu, aku melakukan ini agar aku bisa
melupakannya."
"Cinta...." Dita mendesah setengah putus asa.
"Kalau kau fikir kau bisa melupakannya hanya dengan bersikap dingin
padanya, maka kamu sedang membodohi hatimu, kamu jelas tahu bahwa itu tidak
akan berpengaruh banyak, salah-salah kamu hanya akan memperburuk keadaan."
Cinta menatap sahabatnya dalam-dalam sembari menarik napas
panjang. Terkadang, ia juga sangat membenci dirinya sendiri. Kalau saja dia
bisa menahan diri untuk tidak jatuh cinta, kalau saja ia sedikit berani
memastikan arti pandang mata dan senyum manja pujaannya, kalau saja dia sedikit
ingin percaya kemungkinan rasanya juga berbalas. Kalau saja….
Ah, seharusnya ini mudah. Tapi, dunia tidak mengenal kata
kalau saja ataupun seharusnya yang ada hanyalah kenyataan, dan nyatanya ia
hanya bisa bermimpi. Hanya pada sang malam ia mampu berbagi mimpi-mimpinya,
yang hanya tinggal mimpi saat ia terbangun esok pagi.
Akhirnya Dita mulai kesal, tentu sikap Cinta bertolak
belakang dengan prinsipnya, baginya lebih baik sakit sesaat daripada
terbelenggu dalam waktu tak bertepi, yang justru akan mengukir sakit yang lebih
dalam lagi.
“Sebaiknya kau jujur pada Bagas tentang perasaanmu!”
Namun lagi-lagi Dita hanya berdecak pasrah mendapati respon
sahabatnya.
“Bagaimana kalau Bagas tidak mencintaiku? Bagaimana kalau
aku hanya salah mengartikan sikap baiknya, pandang mata teduh dan senyum
manisnya? Bagaimana kalau Bagas tahu aku diam-diam mencintainya, ia malah
menjauhiku? Bagaimana...? Bagaimana...? Dan ribuan bagaimana yang semuanya
berbau skeptis. Mengapa di dunia ini ada orang yang begitu bodoh?. Menciptakan
beribu tanda tanya tanpa mau mencari jawabannya. Apa enaknya hidup dalam lingkaran
tanda tanya tanpa sebuah kepastian, bukankah itu hanya akan menyiksa.” Pikir
Dita tidak mengerti.
Bagas akan duduk tepat di belakangnya, inilah bagian dari
dirinya yang paling tidak Cinta sukai. Kenapa dia tidak bisa bersikap seolah
semua baik-baik saja. Jika tidak over cool justru sikap nya over care. Sering
kali Dita melihat pancaran ketidakmengertian bahkan kekecewaan dari mata Bagas.
“Mungkinkah sikapku membingungkanya, terkadang dingin tak
peduli kepadanya namun kadang kala begitu manja dan amat memperhatikannya,
huuuh satu lagi kebodohan yang akan aku sesali nanti dan selalu begitu setiap
hari”keluh Cinta dalam hati.
“Hai” sapa seseorang dengan senyum manis nan hangat,
menyadarkanku
“Hai kak” balasku dengan senyum
Sungguh sebuah sarkasme senyuman yang terlalu di paksakan,
ya meski hanya satu kata “hai” tapi memiliki makna yang cukup dalam.
Cinta pun mengambil buku untuk meredakan kegugupannya sampai
kelas yang tadi begitu sepi menjadi ramai bak pasar karena murid-murid yang
mulai berdatangan.
“Aku bukan Dita, itu masalahnya. Mungkin dengan
mengungkapkan perasaan ku padanya akan membuat aku lega, tapi bukan itu yang ku
mau. Mungkin akan sangat sakit tapi ini yang terbaik bagiku demi sebuah harga
diri yang entah berapa harganya” Cinta bersikukuh
Ia biarkan hatinya terluka, terluka sebanyak-banyaknya, jika
hatinya telah penuh dengan luka maka kelak tidak takut lagi untuk terluka,
bahkan tidak ada lagi tempat yang tersisa untuk luka yang baru.
Cinta menoleh kebelakang, ia dapati Bagas sedang tersenyum
padanya, lalu ia balas dengan senyuman terindah, bentuk lain dari kata “selamat
tinggal” .
“Aku percaya segala sesuatu akan kembali dalam bentuk yang
lebih baik dari apa yang pernah hilang, tidak ada kebahagiaan tanpa ada air
mata. Bila Bagas adalah takdirku, biarkan rasa itu kembali bila sudah saatnya,
dan kini adalah saat untuk aku harus berjuang menggapai cita bukan cinta ”
“Selamat pagi anak-anak, ulangan akan segera di mulai”
“Selamat pagi pak”
Bapak guru membagikan soal ulangan, dan suasana kelas pun
kembali hening.
[sumber: www.famindonesia.blogspot.com]
0 komentar:
Post a Comment