Abdullah Idrus (lahir di Padang, Sumatera Barat, 21
September 1921 – meninggal di Padang, Sumatera Barat, 18 Mei 1979 pada umur 57
tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia. Ia menikah dengan Ratna Suri pada
tahun 1946. Mereka dikaruniai enam orang anak, empat putra dan dua putri, yaitu
Prof. Dr. Ir. Nirwan Idrus, Slamet Riyadi Idrus, Rizal Idrus, Damayanti Idrus,
Lanita Idrus, dan Taufik Idrus.
Perkenalan Idrus dengan dunia sastra sudah dimulainya sejak
duduk di bangku sekolah, terutama ketika di bangku sekolah menengah. Ia sangat
rajin membaca karya-karya roman dan novel Eropa yang dijumpainya di
perpustakaan sekolah. Ia pun sudah menghasilkan cerpen pada masa itu.
Minatnya pada dunia sastra mendorongnya untuk memilih Balai
Pustaka sebagai tempatnya bekerja. Ia berharap dapat menyalurkan minat
sastranya di tempat tersebut, membaca dan mendalami karya-karya sastra yang
tersedia di sana dan berkenalan dengan para sastrawan terkenal. Keinginannya
itu pun terwujud, ia berkenalan dengan H.B. Jassin, Sutan Takdir Alisyahbana,
Noer Sutan Iskandar, Anas Makruf, dan lain-lain.
Meskipun menolak digolongkan sebagai sastrawan Angkatan ’45,
ia tidak dapat memungkiri bahwa sebagian besar karyanya memang membicarakan
persoalan-persoalan pada masa itu. Kekhasan gayanya dalam menulis pada masa itu
membuatnya memperoleh tempat terhormat dalam dunia sastra, sebagai Pelopor
Angkatan ’45 di bidang prosa, yang dikukuhkan H.B. Jassin dalam bukunya.
Hasratnya yang besar terhadap sastra membuatnya tidak hanya
menulis karya sastra, tetapi juga menulis karya-karya ilmiah yang berkenaan
dengan sastra, seperti Teknik Mengarang
Cerpen dan International Understanding Through the Study of Foreign Literature.
Kemampuannya menggunakan tiga bahasa asing (Belanda, Inggris, dan Jerman)
membuatnya berpeluang menerjemahkan buku-buku asing. Hasilnya antara lain
adalah Perkenalan dengan Anton Chekov,
Perkenalan dengan Jaroslov Hask, Perkenalan dengan Luigi Pirandello, dan Perkenalan dengan Guy de Maupassant.
Karena tekanan politik dan sikap permusuhan yang dilancarkan
oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat terhadap penulis-penulis yang tidak sepaham
dengan mereka, Idrus terpaksa meninggalkan tanah air dan pindah ke Malaysia. Di
Malaysia, lepas dari tekanan Lekra, ia terus berkarya. Karyanya saat itu antara
lain, Dengan Mata Terbuka (1961) dan Hati Nurani Manusia (1963).
Di dalam dunia sastra, kehebatan Idrus diakui khalayak
sastra, terutama setelah karyanya Surabaya,
Corat-Coret di Bawah Tanah, dan Aki
diterbitkan. Ketiga karyanya itu menjadi karya monumental. Setelah ketiga karya
itu, memang, pamor Idrus mulai menurun. Namun tidak berarti ia lantas tidak
disebut lagi, ia masih tetap eksis dengan menulis kritik, esai, dan hal-hal
yang berkenaan dengan sastra di surat kabar, majalah, dan RRI (untuk
dibacakan).
Karya-Karya beliau:
Novel
• Aki
• Corat-Coret di Bawah Tanah
• Dengan Mata Terbuka
• Hati Nurani Manusia
• Hikayat Petualang Lima
• Hikayat Putri Penelope
• Perempuan dan Kebangsaan
• Surabaya
Cerita pendek
• Anak Buta
• Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
Drama
• Dokter Bisma
• Jibaku Aceh
• Kejahatan Membalas Dendam
• Keluarga Surono
Karya terjemahan
• Acoka
• Cerita Wanita Termulia
• Dari Penciptaan Kedua
• Dua Episode Masa Kecil
• Ibu yang Kukenang
• Keju
• Kereta Api Baja
• Perkenalan dengan Anton Chekov
• Perkenalan dengan Guy de Maupassant
• Perkenalan dengan Jaroslov Hask
• Perkenalan dengan Luigi Pirandello
• Roti Kita Sehari-hari
[sumber: wikipedia.com]
0 komentar:
Post a Comment