Ada sebuah kisah percintaan yang menarik, sepasang suami
istri berjalan di tepi danau yang indah. Kemudian sang istri bertanya kepada
suaminya:
“Mengapa abang menyukaiku? Mengapa abang cinta kepadaku?”
Sang suami pun menjawab: “Abang tidak bisa menerangkan
alasannya, namun begitu abang memang sangat menyayangi dan mencintai kamu, sayang…”
“Abang tidak bisa terangkan alasannya? Bagaimana abang bisa
berkata sayang dan cinta kepadaku, sedangkan abang sendiri tidak bisa
menerangkannya?” desak istrinya dengan wajah cemberut.
“Betul, abang tak tahu alasannya, tetapi abang bisa buktikan
bahwa abang memang sangat sayang dan cinta kepadamu,” jawab suaminya lagi.
“Tak bisa membuktikan? Tidak! Hendaknya abang terangkan
kepadaku alasannya. Teman temanku yang lain yang mempunyai suami, semuanya tahu
sebab dan alasannya mengapa suami mereka sayang kepada mereka. Mereka bisa
menerangkan mengapa mereka mencintai istri
mereka! Mereka bisa membuat puisi, syair, dan surat-surat yang indah.
Namun, abang tak bisa terangkan alasannya?”
Sang suami menarik napas panjang lalu dia berkata: “Baiklah.
Abang mencintai kamu karena kamu cantik, mempunyai suara merdu, penyayang, dan
selalu ada dalam ingatan abang. Abang juga suka akan senyummu, dan kemanapun
kita melangkah, abang tetap sayang kepadamu…”
Mendengar jawaban itu, sang istri pun tersenyum dengan puas
atas penjelasan suaminya tadi. Namun beberapa lama berselang, suatu hari sang
istri mengalami nasib yang malang, ia menderita suatu penyakit yang sangat parah.
Suaminya sangat bersedih hati menerima kenyataan itu, lalu
ia menulis sepucuk surat kepada istrinya yang sangat dia sayangi dan dia
cintai.
Begini isi suratanya:
Sayang… Jika
disebabkan suaramu yang merdu aku mencintaimu, sekarang bisakah kau bersuara?
Tidak? Oleh karena itu aku tak bisa mencintaimu lagi.
Jika disebabkan kasih
sayang dan ingatanmu aku mencintaimu, sekarang bisakah engkau menunjukkan kasih
sayang dan ingatan itu? Tidak? Oleh karena itu aku tak bisa mencintaimu lagi.
Jika disebabkan
senyumanmu aku mencintaimu, sekarang bisakah engkau tersenyum? Tidak, kan? Oleh
karena itu aku tak bisa lagi mencintaimu.
Sekarang, bisakah
engkau melangkah menyambutku disaat aku pulang mencari nafkah? Tidak? Oleh
karena itu aku tak lagi mencintaimu.
Oh, sayangku. Jika
cinta itu memerlukan sebab dan alasan, seperti sekarang, aku tidak mempunyai
alasan untuk mencintaimu lagi. Adakah cinta memerlukan alasan?
Tidak! Aku masih
mencintaimu setulus hatiku, seperti dulu, sekarang, dan selamanya. Sekali lagi,
cinta tidak perlu ada alasannya….
Demikianlah isi surat itu. Sang istri pun terharu
membacanya, sungguh bersyukur dan beruntung ia mempunyai suami seperti itu.
Cerita di atas sebuah analogi, bahwa tidak semuanya bisa
dijelaskan dengan kata-kata. Ia bisa datang dan pergi begitu saja. Dan, “Qaddarallahu
wa ma syaa’a fa’al”, Allah telah menakdirkan sesuatu dan apa yang Dia kehendaki
pasti terjadi…” Wallahu a’lam.
Sumber: http://elfaruq.wordpress.com
(tulisan sedikit diolah oleh admin FAM Indonesia)
0 komentar:
Post a Comment