Oleh: Aliya Nurlela
ADALAH
aku yang
sekarang berkubang dalam kenikmatan. Kenikmatan yang kuciptakan sendiri, meski
awalnya sempat didera rasa ragu. Tapi, setelah sekian bulan kujalani rasa ragu
itu tak ada lagi, justru aku menikmatinya. Sangat menikmatinya. Ha-ha-ha. Aku
tertawa sendiri merasakan kegelian dan setengah kengerian ini.
Sejak adik perempuanku dipermainkan Bayu, lelaki yang
dikenalnya lewat jejaring sosial bernama facebook,
dendam dan emosiku pada lelaki seakan tak ada habisnya. Nirna adikku memang
bisa memaafkan Bayu, meski hatinya terluka. Aku bisa merasakan lukanya yang
sangat. Ketika hatinya telah diserahkan bulat-bulat pada lelaki bernama Bayu
itu, Nirna ditinggalkan begitu saja dengan alasan akan menikah dengan orang
lain. Aku tak menyalahkan facebook
yang telah menjembatani Nirna mengenal Bayu. Aku juga tak menyalahkan Nirna,
adikku yang terlalu pendiam, lugu, sulit bicara dan hanya pandai menangis.
Sedikitnya, aku sempat berterima kasih pada media bernama facebook, sebab berkat media itulah Nirna berani berkomunikasi
dengan lawan jenis, yang di dunia nyata sulit dilakukannya.
Lelaki yang
bernama Bayu memberikan banyak perhatian pada Nirna, hingga membuat hari-hari
Nirna lebih bersemangat dari biasanya. Aku suka melihat Nirna tersenyum.
Sayang sekali keluguan Nirna dimanfaatkan Bayu, lelaki
yang telah mampu membutakan mata hati Nirna. Atau memang demikianlah kelakuan
lelaki itu pada setiap teman-teman wanita yang dikenalnya melalui facebook. Aku tak mau banyak tahu latar
belakang lelaki itu. Aku hanya ingin membuat perhitungan dengannya tanpa
sepengetahuan Nirna. Kalau Nirna terluka karena ulah seorang laki-laki di facebook, maka lelaki itu pun harus
terluka karena ulah seorang wanita di facebook.
Harus itu!
***
Sudah tiga bulan aku menjelma menjadi Julia Chung di facebook. Aku mengaku keturunan Korea
dan memasang foto profil seorang wanita muda asal Korea. Tentu saja bukan foto
seorang artis Korea yang kuambil. Bisa-bisa teman-teman facebook-ku curiga kalau akun yang kupakai adalah akun palsu. Aku
memang sengaja mengambil foto-foto gadis Korea yang tidak berprofesi sebagai
artis di negaranya. Sebuah foto gadis Korea berhasil kuseleksi dan kutemukan
fotonya dalam berbagai pose, lumayan untuk kujadikan perubahan foto profil
berkali-kali. Ha-ha-ha... Siapa yang menyangka kalau di balik wajah cantik foto
itu ada seorang lelaki berjambang yang menggerakkan akun itu. Lelaki berjambang
itu, adalah aku; Yanto.
Sebelumnya sudah kucoba dengan nama-nama lain, seperti
Emma, Lidia, Malinda dan lainnya. Tapi tampaknya foto profilku yang berwajah
Indonesia kurang disukai laki-laki. Tidak banyak laki-laki yang mengajak
berteman, bahkan si Bayu tak juga menerima pertemananku. Kupilihlah nama Julia
Chung dengan profil wanita cantik nan mulus asli Korea. Nah, benar saja, si
Bayu lelaki hidung belang itu langsung menerima pertemanan, dan tampaknya dia
terpesona dengan fotoku. “Hmmm... dasar si mata keranjang!” umpatku yang
menatap foto profilnya dengan tatapan mata sinis.
Mungkin akulah
satu-satunya teman si Bayu yang paling rajin memberikan jempol. Memancing rasa
simpatik. Sengaja memang. Itu aku lakukan untuk balas dendam, dan juga tidak
harus terburu-buru. Kuberikan dulu jempol-jempol manisku di statusnya, agar dia
terlena, dan lari mencariku ketika jempolku tak ada lagi. Ha-ha-ha...
Ternyata aku
cukup berbakat memperdaya si Bayu. Tanganku mengepal setiap akan memberikan jempol
di statusnya, karena sebenarnya aku sangat membenci lelaki ini. Rasanya ingin
kutumpahkan segera rasa dendamku, dengan cara kuumpat habis-habisan di dinding
akun facebook-nya. Tapi... cara dia
memperdaya adikku Nirna juga dengan cara halus, setelah Nirna masuk
perangkapnya, barulah semena-mena meninggalkannya. Melukai hatinya, seolah tak
pernah terjadi apa-apa. Lalu, mungkin dia terbang lagi memperdaya korban berikutnya.
Parahnya lagi, bukan hati Nirna saja yang dilukai, tapi uang tabungan Nirna
habis terkuras. Nirna rela memberikan uangnya setiap lelaki itu mengeluhkan
keadaannya. Meskipun Nirna belum pernah sekalipun bertemu Bayu, tapi ia sangat
percaya pada lelaki itu.
Kejailanku
kali ini, berkat belajar dari tingkah polah si Bayu juga. Kalau lelaki sialan
itu bisa berbuat demikian terhadap adikku, maka aku, lelaki bernama Yanto bisa
berbuat lebih parah dari itu.
“Julia,
bisakah kita bertemu?” sapaan Bayu masuk di-inbox.
Sudah berkali-kali pesan serupa dari lelaki bernama Bayu kuterima. Sengaja
kuacuhkan agar dia semakin penasaran.
“Hmm... bisa,
di mana?” Kali ini aku tergerak membalasnya.
“Benarkah? Terserah
kamu maunya di mana?” Balasan cepat kuterima. Tampaknya lelaki bernama Bayu itu
sangat gembira.
“Aku juga
terserah kamu. Apakah kamu suka memancing?” tanyaku pura-pura, padahal
sebelumnya aku sudah mengintip kesukaannya yang memang hobi memancing. Banyak
sekali fotonya yang sedang duduk di pinggir kolam dengan kail pancing di
tangannya.
“Iya, suka
sekali.”
“Wah,
ternyata hobi kita sama.”
“Bagaimana
kalau kita bertemu di tempat memancing saja? Aku memiliki tempat favorit. Kamu
pasti akan suka,” jawabnya makin gembira. Terlihat banyak simbol senyum di
belakang komentarnya.
Ha-ha-ha... aku
jadi tertawa.
“Tapi.... aku
tidak memiliki kail pancing yang bagus. Aku juga suka kedinginan kalau
berlama-lama berada di tempat pemancingan.” Satu jurus kulempar, siapa tahu
berhasil.
“Jangan
khawatir Julia, akan kubawakan kail pancing terbaik untukmu dan kamu bisa
memakai jaket tebalku, yang penting kamu harus datang ya. Aku ingin bertemu,
Julia.” Bayu terkesan setengah memohon.
“Aku lebih
suka membeli kail di tempat langgananku dan memakai jaket hangat seperti yang
kubeli di luar kota beberapa tahun lalu. Sayang sekali, jaket itu sekarang
telah rusak.”
“Okelah, Julia.
Kalau memang begitu, aku kirimkan uangnya saja. Kamu tuliskan nomor rekeningmu
dan nanti aku transfer ya. Tapi janji ya, kamu harus datang.”
Hah! Aku
ternganga. Semudah inikah memperdaya Bayu? Ck, ck, ck... Kenapa selama ini
justru adikku Nirna yang terpedaya? Ya, aku mengerti sekarang, bukan hal sulit
menipu seorang penipu, asal bisa menyamar dan sedikit memiliki kelihaian.
Hm, laki-laki
itu benar-benar masuk perangkapku. Aku mulai rajin memberikan janji-janji manis
kepadanya. Ia terbuai dengan janjiku untuk bertemu di suatu tempat, tapi aku
selalu berkelit dengan cara mengulur-ulurnya. Banyak alasan yang kubuat, tidak
punya inilah-itulah. Orangtua sakit dan banyak lagi yang kujadikan alasan agar
Bayu merasa terenyuh dan mengirimkan sejumlah uang ke rekeningku.
***
Tak terasa, sudah
dua bulan Bayu rajin mengirimkan uang ke rekeningku. Setelah kuhitung
jumlahnya, sudah setara dengan jumlah uang tabungan Nirna yang diberikan kepada
lelaki itu. Memang inilah tujuanku yang sebenarnya. Membalas luka hati Nirna dan
menarik kembali uang Nirna dengan caraku. Cara yang menurutku sangat hebat.
Seorang pun tidak akan pernah menduga, termasuk Nirna. “Hm, andai Nirna diberi
kecerdasan sepertiku,” aku bergumam sambil menghitung lembaran rupiah yang siap
kuberikan pada Nirna.
“Uang untuk
apa, Kak?” tanya Nirna keheranan saat aku sodorkan uang sejumlah empat juta
rupiah.
“Ini uang
tabunganmu yang hilang,” kataku santai sambil memaksa Nirna menerimanya. Tapi
Nirna mengibaskan tangannya, hingga uang itu jatuh ke lantai. Aku menatap Nirna
heran.
“Nirna, ini
uang kamu. Ini hakmu. Aku telah membalas rasa sakitmu pada lelaki bernama Bayu,
dan mengambil uangmu kembali. Terimalah,” ucapku menjelaskan.
“Cara seperti
apa yang telah Kakak lakukan?” tanyanya dengan sorot mata tak bersahabat.
Aku menarik
napas panjang. Sebenarnya, aku tak ingin Nirna tahu cara kerjaku. Tapi akhirnya
aku mengatakannya juga.
“Kakak menyamar
jadi seorang wanita cantik di facebook
dan memperdaya Bayu, hingga ia jatuh cinta dan menyerahkan uangnya ke rekening
Kakak.”
Nina sangat
terkejut mendengar ucapanku.
“Kakak sangat
kejam!” teriak Nirna sambil memalingkan muka. Aku terhenyak.
“Kakak
menyayangimu, dan seperti inilah cara Kakak membalas kelakuan orang yang telah
menyakitimu. Bukankah seharusnya kamu berterima kasih pada Kakak?” Aku tak
terima dianggap kejam oleh Nirna. Menurutku inilah cara yang paling hebat dan
tepat.
“Kakak tidak
ada bedanya dengan Bayu. Sama-sama penipu!” umpat Nirna penuh emosi. Ia berlari
meninggalkanku yang berdiri mematung penuh rasa heran dan bingung. Sementara
uang lembaran seratus ribuan yang kusatukan dengan karet gelang tergeletak di
lantai dan menjadi saksi kejadian hari itu.
Aku benar-benar
bingung dengan sikap Nirna. Aku tak tahu harus berbuat apa. Sikap Nirna sungguh
tak pernah kuduga. Benarkah aku penipu? Benarkah aku sama kejamnya dengan Bayu?
Bukankah yang kulakukan ini hanya sekadar membalas kelakuan seorang penipu?
Kepalaku
tiba-tiba pening, tubuhku terhuyung dan jatuh lunglai ke lantai.
***
Aku memakai
rok bunga-bunga dengan baju atasan lengan pendek yang tipis. Rambutku panjang
tergerai, mukaku lancip, putih dan manis. Leher jenjangku sangat jelas
terlihat. Tas kecil berwarna merah ada dalam genggaman. Sepatu berhak tinggi
menopang kaki mulusku. Aku cantik, sangat cantik.
“Julia
Chung?” tanya seorang lelaki tegap yang menatapku penuh kagum.
“Benar,”
jawabku dengan senyum merekah. Lelaki itu membalas senyumku, sambil menyodorkan
sebuah kail pancing.
“Untuk wanita
tercantik yang kutemui,” ucapnya masih dengan senyum di bibir.
Wanita
tercantik?!
“Tidaaaaaaaaaaaaaaaak...!”
Aku berteriak keras sekali.
“Ada apa
Julia sayang? Kamu memang cantik dan sangat cantik,” Bayu menenangkanku dengan
pujiannya.
“Tidak!
Hentikan, aku Yanto! Aku Yanto!” Mukaku pucat, tas yang ada dalam genggaman kulempar
begitu saja.
“Julia... Kamu
adalah Julia Chung, wanita cantik yang aku kagumi.” Lelaki itu seperti tak mau
kalah.
“Tidak! Aku
Yanto. Sekali lagi Yanto! Lelaki tulen!” Teriakanku semakin keras, hingga
kudorong begitu saja tubuh lelaki itu sampai terjengkang.
Napasku
bergemuruh. Tubuh panas dan keringat mengucur deras. Seperti orang bodoh, bingung,
yang baru terbangun dari sakit hilang ingatan.
Secepat kilat
tanganku meraba kemeja dan celana panjang yang kukenakan. Kuraba bibir,
jambang, telinga, jakun, dada, dan kuraih cermin yang tergeletak di atas meja.
Prang!!!
“Tidaaaaaak...!”
Teriakanku membumbung tinggi ke angkasa, berpadu dengan suara halilintar yang
menggelegar.
Malang,
26 Januari 2013
*)Aliya
Nurlela lahir di Ciamis, Novelis
& pegiat Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia. Berdomisili di Kediri. Cerpen ini diterbitkan oleh Koran “Metro
Andalas” (Grup LKBN Antara)
Edisi Kamis, 25 September
2014
0 komentar:
Post a Comment