Assalamualaikum
Wr. Wb.
Saya anggota FAM
Indonesia dari Kota “K”. Saya telah mengantongi Nomor ID FAM. Jika
diperbolehkan, saya ingin meminta tolong kepada Tim FAM untuk tidak mengirimkan
KTA (Member Card) ke alamat saya.
KTA memang
merupakan hal penting sebagai identitas, begitupun bagi saya. Namun, ada
beberapa hal yang tidak dapat saya jelaskan sebagai alasannya. Tetapi intinya
begini, pada dasarnya keinginan menulis disetujui oleh orangtua saya. Tetapi,
menurut orangtua, aktivitas menulis sangatlah menguras konsentrasi dan waktu
saya, mengingat kemampuan berpikir saya yang tak bisa bercabang. Sedangkan,
saya sendiri adalah orang yang 'kepinginan' jika ada teman yang menandai lomba
atau semacamnya.
Banyak hal yang kadang
terbengkalai karena saya menulis. Dari situlah, saya mulai sangat dibatasi
untuk menulis. Eh, bukan dibatasi, tapi diminta untuk vakum menulis dahulu.
Saya harus memikirkan banyak hal dan tidak terlalu menguras diri dengan
menulis. Saya iyakan permintaan tersebut meski sampai sekarang saya masih diam-diam
menulis. Setahu orangtua saya sudah vakum menulis dan akan meneruskannya bukan
di waktu yang dekat ini. Jika Member Card FAM dikirim, tentu akan memunculkan ketidakseimbangan
baru. Mohon maaf sebelumnya. Terima kasih.
Wassalam,
Dari: M, di Kota K
JAWABAN FAM INDONESIA:
Waalaikumussalam
Wr. Wb.
Ananda M yang
baik, terima kasih sudah berkirim pesan yang diterima FAM Indonesia lewat admin
yang menangani email masuk. Kami membaca surat Ananda, sekali dua kali tidak
cukup, lalu kami baca berulang kali, kami renung-renungkan. Kami timbang
semasak-masaknya, mana baik dan tidaknya.
Kami hargai
permintaan Ananda untuk tidak dikirimkan Member Card FAM Indonesia, sebagai
identitas resmi anggota FAM Indonesia. Member Card ini, fungsinya sama halnya
seperti Kartu Tanda Penduduk dan sejenisnya yang menyebutkan status orang yang
memegang kartu itu. FAM Indonesia, sebagai komunitas menulis nasional, juga
bersikap profesional dengan membuktikannya lewat Member Card sebagai pegangan
setiap anggota.
Sebenarnya,
dengan dikirimnya Member Card itu ke alamat Ananda, adalah upaya FAM untuk
mengurangi beban amanah yang dipikulnya. Sebab, setiap anggota yang bergabung
di wadah kepenulisan ini, mereka membayar biaya registrasi. Nah, biaya itulah
yang FAM gunakan untuk mencetak Member Card dan sebagai biaya kirimnya. Jadi,
FAM tidak sekali-kali hendak mengambil keuntungan dari registrasi anggota itu.
Intinya, uang yang dibayarkan sebagai registrasi FAM, dikembali lagi kepada
anggota dalam bentuk Member Card. Demikianlah yang dilakukan FAM, agar
komunitas ini betul-betul berjalan di atas rel, tidak menyimpang dari visi dan
misinya sebagai wadah kepenulisan yang bermotto “Membina Dengan Hati Calon
Penulis Islami”.
Sebagai orangtua,
kami memahami sikap orangtua Ananda yang menginginkan Ananda dapat fokus
belajar. Tidak seorang pun orangtua di dunia ini yang menginginkan anak-anaknya
gagal di masa pendidikannya. Meski demikian, sikap orangtua Ananda yang meminta
Ananda vakum sepenuhnya menulis sangat disayangkan oleh FAM Indonesia. Tapi itu
adalah hak orangtua Ananda, karena Ananda adalah anaknya dan berkewajiban patuh
kepada kedua orangtua.
Tetapi secara
umum, kepada para orangtua lainnya, dan calon-calon orangtua terutama yang
berstatus anggota FAM Indonesia, FAM berharap tidak ada “pelarangan menulis”
bagi anak-anaknya di kemudian hari. Melarang anak menulis, itu sangat keliru
sekali. Sebab, dengan melatih anak-anak menulis sejak dini, dengan demikian
orangtua mafhum tentang pentingnya ilmu pengetahuan yang tidak sekadar
didapatkan lewat membaca, tetapi juga harus dituliskan. Cobalah dibayangkan,
seandainya orang-orang terdahulu dilarang menulis oleh orang-orang tua mereka,
maka kita hari ini tidak mendapatkan sumber-sumber teks bacaan, karena tidak ada
orang yang menulisnya di masa lalu. Sungguh kita bersyukur, hari ini
sumber-sumber teks bacaan itu banyak bertebaran di toko buku, di
perpustakaan-perpustakaan sekolah, di taman-taman bacaan, dan semua orang yang
membaca dapat memetik manfaat yang tidak sedikit. Ilmu matematika, fisika,
kimia, antropologi, bahasa, budaya, dan lainnya, dapat kita nikmati lantaran
kita membacanya di dalam buku teks terkait cabang ilmu itu.
Alquranul Qarim,
Kitab Suci Umat Islam yang agung itu, memerintahkan kata “Iqra’, bacalah.
Artinya kita disuruh membaca. Bukan saja membaca yang tersurat, tetapi juga
yang tersirat di alam mayapada ini. Allah juga bersumpah tentang pentingnya
menulis dalam QS. Al Qalam 68:1, “Nuun” (Tinta). “Demi pena dan apa yang mereka
tulis”. Artinya, kedua hal ini, membaca dan menulis, sangat penting sekali bagi
manusia untuk mengembangkan daya akal dan pikirannya serta membagikannya kepada
kemashlahatan umat.
Menurut hemat
kami, orangtua-orangtua yang baik, mereka akan mengajak anak-anaknya sedini
mungkin mendatangi toko buku, mengenalkan buku-buku bacaan kepada anak-anak
mereka, memberikan hadiah buku kepada anak-anaknya, agar mereka suka membaca
buku di kemudian hari. Demikian juga, orangtua-orangtua demikian, mengarahkan
anak-anaknya untuk menulis, agar mereka terlatih dan terampil menuliskan ide
pemikirannya di atas kertas dan di media-media yang dapat menyebarkan
gagasannya itu.
Sesungguhnya,
menulis itu adalah media dakwah. Dakwah lewat menulis ini, hasilnya akan
dahsyat sekali. Orang yang berdakwah lewat lisan dan perbuatan, keduanya baik.
Tetapi sayang bila mereka meninggal dunia, tidak ada karya yang membekas dan
dapat dibaca generasi sesudahnya. Tetapi orang yang berdakwah lewat tulisan,
walau jasadnya telah berkalang tanah, tetapi namanya tetap hidup sepanjang
masa. Pemikiran-pemikirannya tetap dijadikan tuntunan, dan dibahas di
ruang-ruang kelas, dan tentu saja orang-orang yang membaca karyanya berdoa
kepadanya dan menjadi amal jariyah yang membawa kesejukan di alam kuburnya.
Demikianlah
jawaban FAM Indonesia atas surat Ananda M di Kota K ini. FAM menghargai sikap
Ananda yang ingin berbakti kepada kedua orangtua. Tetapi kami berharap,
tetaplah menulis, membiasakannya, dan cobalah menunjukkan prestasi menulis itu
kepada kedua orangtua. Yakinkan orangtua bahwa Ananda bisa sukses menulis,
walau nanti Ananda akan menjadi seorang dokter misalnya. Silakan kejar
cita-cita dokter Ananda itu, dengan cara masuk ke Fakultas Kedokteran dan
seterusnya. Tetapi kelak ketika Ananda telah benar-benar menjadi seorang
dokter, Ananda akan menulis buku tentang dunia kedokteran, buku tentang
penyakit dan cara mengobatinya. Sungguh, akan sangat dahsyat sekali itu.
Tuhan memberikan
waktu 24 jam kepada orang sukses, juga 24 jam kepada orang yang belum sukses.
Jumlah waktu yang sama. Tetapi kenapa mereka beda-beda suksesnya? Ya, tidak
lain lantaran kita berbeda-beda cara memenej waktunya. Jadi, menejlah waktu itu
sebaik mungkin untuk kesuksesan Ananda.
Salam santun,
salam karya.
FAM INDONESIA
www.famindonesia.com
0 komentar:
Post a Comment